Senin, 23 Agustus 2010

Pesona Puncak Gunung Gede Dimata Seorang Pendaki

“Sulit digambarkan bagaimana rasanya ketika pertama kali saya berada di puncak Gunung Gede. Saya barangkali hanya bisa mengatakan, sejauh mata memandang hanya keindahan yang bisa saya lihat. Benar-benar sebuah pesona alam yang sangat mengagumkan.”

Begitu diungkapkan Wawan Setiawan (42), yang mengaku bukan seorang pendaki profesional. Namun pengalamannya mendaki Gunung Gede (2.958 m, gunung tertinggi di Jawa Barat), agaknya lebih dari sekedar amatiran. Sebab memang puncak Gunung Gede yang suhu udaranya sedingin es, hanya bisa ditaklukkan oleh mereka yang memiliki fisik prima dan tahu cara mendaki yang benar.

Dalam dua tahun terakhir, Wawan sudah lima kali mendaki Gunung Gede. Dan dia mengaku tidak pernah merasa bosan, sekalipun sebetulnya kondisi di puncak Gunung Gede, hampir sama seperti pertama kali dilihat dan dirasakannya. “erinduan untuk kembali ke sana, selalu tak tertahankan,” kata warga Kampung Pilar, Kelurahan Bojongherang, Kota Cianjur, Jawa Barat itu.


Selama lima kali mendaki gunung terpopuler di Jawa Barat itu, Wawan selalu mengambil rute pendakian dari pos Gunung Putri, Cipanas, Cianjur, yang jauhnya ke puncak Gunung Gede sekitar 9 km. “Jaraknya memang lebih dekat, dibandingkan kalau kita mengambil rute lain seperti rute pendakian dari pos Cibodas. Tapi medannya lebih sulit dan terjal, sehingga fisik kita harus benar-benar sedang fit,” ujarnya.

Pendakian sejauh itu bisa ditempuh Wawan sekitar 2,5 jam. Ini terbilang cepat. Karena para pendaki lain normalnya menempuh jarak sejauh itu rata-rata 5 jam. Malah kalau berangkat dari pos Cibodas, yang jaraknya 9,7 km, umumnya para pendaki baru sampai ke puncak Gunung Gede setelah berjalan selama 6 jam. Begitu pula kalau berangkat dari pos Salabintana, Sukabumi, perlu waktu lebih lama, karena jauhnya ke puncak Gunung Gede sekitar 11,1 km.

“Kebetulan saya suka jogging. Sehingga pendakian ke Gunung Gede tidak terlalu melelahkan, sekalipun ditempuh melalui pos Gunung Putri yang rute perjalanannya cukup sulit karena banyak jalan setapak yang terjal,” katanya.

Wawan kalau mendaki ke Gunung Gede biasanya berangkat dari pos Gunung Putri sekitar pukul 7 atau 8 pagi, dan sampai ke Alun-alun Suryakancana sekitar pukul 10.30. Lalu setelah sekitar 2-3 jam menikmati keindahan puncak Gunung Gede dan alam di sekitarnya, Wawan turun lagi.

Pendakian melalui pos Gunung Putri, katanya lagi, memang akan melewatkan kesempatan untuk menikmati beberapa obyek wisata alam seperti Curug Cibeureum (Air Terjun Cibeureum). Karena lokasi air terjun itu berada di lintasan rute pendakian melalui pos Cibodas. Tapi keindahan alam sepanjang rute pendakian dari pos Gunung Putri, juga sangat menawan.

Bahkan perjalanan melalui rute pendakian tersebut membawa si pendaki langsung ke Alun-alun Suryakancana. Di situ si pendaki dapat menikmati keindahan hamparan bunga edelweiss. “Keberadaan Alun-alun Suryakancana sendiri membuat kita terkagum-kagum, bagaimana alun-alun yang sangat luas itu bisa terbentuk persis di puncak gunung,” katanya.

Dari Alun-alun Suryakancana, sekitar 2 jam perjalanan ke arah utara, barulah para pendaki dapat mengagumi kawah Gunung Gede, yang terdiri atas tiga kawah yang masih aktif, yakni Lanang, Wadon dan Ratu.

“Di situlah perbedaannya. Pendakian melalui pos Gunung Putri langsung membawa kita ke Alun-alun Suryakancana, lalu ke kawah Gunung Gede. Sebaliknya, pendakian melalui pos Cibodas langsung menuju lokasi kawah, lalu ke Alun-alun Suryakancana,” kata Wawan.

Nama alun-alun itu sendiri diambil dari nama seorang putera pendiri Cianjur, Aria Wira Tanu, Bupati Cianjur pertama. Dalam babad Cianjur disebutkan Aria Wira Tanu pernah menikah dengan Arum Endah, seorang putri jin (mahluk halus), dan dari pernikahannya itu antara lain lahir seorang putera bernama Raden Suryakancana.

“Di sekitar Alun-alun Suryakancana memang ada sebuah makam besar. Katanya itu makam Eyang Suryakancana. Entah betul-tidaknya. Saya sendiri belum pernah masuk ke lokasi pemakaman itu,” ujar Wawan.

Banyak pendaki yang menyebutkan mendaki Gunung Gede lebih enak dilakukan malam hari. Karena katanya selama dalam perjalanan, si pendaki lebih fokus pada jalan setapak yang dilaluinya, sehingga bisa lebih hati-hati. Tapi resikonya juga tidak kecil. Sebab kemungkinan bertemu binatang malam, atau mungkin binatang buas seperti macan tutul, sangat besar.

“Saya kira pendakian malam hari ke Gunung Gede bukan lantaran enak-tidaknya perjalanan. Tapi lebih karena keinginan untuk melihat matahari terbit. Sebab kalau kita berangkat malam, tak lama setelah kita sampai di puncak Gunung Gede, kita bisa melihat matahari terbit,” katanya.

Wawan sendiri mengaku beum pernah melakukan pendakian malam hari, apalagi bermalam di sana. Karena baginya pendakian siang hari lebih menyenangkan dan bisa menikmati keindahan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di sepanjang perjalanan.

“Saya belum tahu bagaimana suasana malam hari di puncak Gunung Gede. Yang pasti suhu udaranya lebih dingin, sehingga perlu persiapan diri yang benar-benar matang, di samping perlu perbekalan yang lengkap. Mungkin nanti akan saya coba,” kata Wawan, ayah dari dua orang puteri itu.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Menggambarkan keindahan alam ya.. dengan dzikrulloh!

Faisal Hilmi mengatakan...

Banyak hal yang tidak dapat kita gambarkan, sudah sepatutnya kita memuji Nya

Rubiyant|Photo mengatakan...

Terkadang mungkin ada kekhilafan pada setiap kata yang saya tinggalkan pada saat blogwalking, ada tata krama blogger yang saya langgar waktu bertamu di blog sobat. Ada tanggapan yang keliru pada sebuah posting, dan meski sedikit terlambat, izinkan saya mengucapkan " Minal Aidin wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin".

Tri Setyo Wijanarko mengatakan...

saya selalu ingin berkunjung ke tempat-tempat wisata di jawa barat, salah satunya adalah gunung gede ini. mudah-mudahan tahun depan sudah bisa kesana.. :)

Posting Komentar