Kamis, 02 Desember 2010

Akankah Pemilukada Cianjur Berkualitas?

Akankah Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, berkualitas? Pertanyaan ini terasa mengganggu, bahkan mungkin juga bagi orang-orang lain yang selama ini ikut mencermati proses pemilukada.

Alasannya sederhana. Sejak ditetapkan sebagai calon bupati/wakil bupati Cianjur berikut nomor urut pesertanya dalam pemilukada, Sabtu, 6 November 2010, enam pasangan cabup/cawabup itu sudah melakukan kampanye secara terang-terangan. Padahal jadwal kampanye itu sendiri baru akan dimulai pada 24 Desember nanti.

Ke enam pasang cabup/cawabup itu yakni (berdasarkan nomor urut peserta), Hidayat Athori-Suherlan (Hidayah), Dadang Supyanto-RK Dadan SN (Dangdan), Hidayat Makbul-Sumitra (Hamas), Ade Barkah Surachman-Kusnadi (Abadi), Tjetjep Muchtar Soleh-Suranto (Cerdas2) dan Maskana Sumitra-Ade Sanoesi (Maksad). Tentang siapa mereka, ada di sini

Memang mereka menolak mentah-mentah bila dituduh telah melakukan kampanye sebelum waktunya. Mereka bilang apa yang dilakukannya selama ini merupakan sosialisasi. Tapi pengertian sosialisasi dan kampanye, cukup jelas tanpa harus membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia sekalipun. Sosialisasi lebih bersifat memperkenalkan. Sedangkan kampanye bersifat ajakan dan propaganda. Yang terakhir itulah yang dilakukan para pasangan cabup/cawabup Cianjur dibalik dalih sosialisasinya.

Buktinya dapat ditemukan antara lain berupa stiker dan baliho pasangan cabup/cawabup berikut nomor urutnya yang bernada ajakan mencoblos tanda gambar mereka masing-masing. Stiker dan baliho itu di ditempel/ditempatkan di banyak tempat. Bukankah itu kampanye?

Saya yakin hal itu akan di-iyakan oleh mereka yang telahi beberapa kali ikut pemilu/pemilukada. Saya sendiri, ikut pemilu sejak awal tahun 80-an. Dalam pelaksanaan beberapa kali pemilu, ditambah satu kali pemilukada langsung yang pertama di Cianjur tahun 2006, saya baru akan menemukan stiker atau baliho bernada ajakan mencoblos bila memang jadwal kampanye telah dimulai. Tapi dalam pemilukada Cianjur kali ini, stiker dan baliho ajakan mencoblos itu sudah dipasang jauh sebelum jadwal kampanye dimulai.

Itu artinya ada dugan pelanggaran yang dilakukan para cabup/cawabup. Tapi iIronisnya hal semacam itu terkesan dibiarkan oleh Panitia Pengawas (Panwas) dan KPUD. Bahkan tak sedikit warga Cianjur yang menduga-duga mungkin hal itu terjadi karena KPUD Cianjur punya peraturan tersendiri yang berbeda dengan peraturan umum pelaksanaan pemilu. Sehingga curi star kampanye yang dilakukan para cabup/cawabup ditolelir sebagai sosialisasi.

Kalau memang aturan berbeda itu ada, siapa pun tentu tak perlu mempermasalahkannya. Namun karena mustahil ada aturan semacam itu, maka persoalannya kemudian adalah: bagaimana mungkin sebuah hasil pemilukada akan berkualitas, kalau dalam prosesnya terjadi pelanggaran? Bukankah kualitas hasil pemilukada itu tidak cuma dilihat dari tingginya partisipasi masyarakat dalam menyalurkan hak pilihnya, akan tetapi yang lebih penting justru dipatuhinya aturan main pemilukada itu sendiri terutama oleh oleh semua pasangan cabup/cawabup?

Ada kekhawatiran, pemilukada Cianjur untuk memilih bupati/wakil bupati periode 2011/2016 itu, hanya dipandang sebagai medan perebutan kekuasaan semata, bukan dipandang sebagai proses demokrasi . Sebab proses demokrasi, di mana pun, punya aturan main yang harus dipatuhi semua pihak yang terlibat pemilukada. Sedangkan dalam perebuatan kekuasaan, aturan mainnya cuma satu: siapa yang kuat (punya amunisi yang besar), dialah yang lebih berpeluang untuk menang.

2 komentar:

Faisal Hilmi mengatakan...

semoga saja aman. Ingat wahai walikota akan janjimu yang akan keluar dan berdamailah bila memang kalah. semohgfa pilkada cianjur dapat jadi teladan kita saemua

Pasti Dangdan mengatakan...

Cianjur yang tengah melangsungkan pesta demokrasi Pemilukada Cianjur 2011, bahwa gairah berdemokrasi belum/tidak diimbangi dengan tingkat pengetahuan yang sepadan. Sehingga memunculkan suasana politik yang jauh dari kaidah-kaidah demokrasi, yang ada hanya sebuah pragmatisme dan masih memunculkan kekuatan uang, atau orang menyebutnya dengan istilah pencitraan dan uang, seolah menafikan ide, gagasan dan cita-cita yang hendak ditawarkan untuk membangun sebuah negeri

Posting Komentar